Seluruh dunia sedang tertuju perhatiannya pada virus Corona. Kemudian secara tiba-tiba isu pangan menjadi yang terpenting setelah kesehatan, setelah selama ini terpinggirkan baik oleh penguasa maupun rakyatnya. Peminggiran atas soal pangan lebih karena keberpihakan kebijakan negara kepada konsumen daripada produsen pangan, disertai budaya instan yang sudah mendarah daging di tingkat rakyat. Kebutuhan pangan disandarkan pada korporasi besar dan impor sebagai konsekuensinya. Petani sebagai produsen pangan utama dilucuti perlindungannya dengan berbagai skema sarana produksi sarat input dari luar lahan pertaniannya, termasuk benih, sedangkan hasil panennya dihargai rendah.
Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh Kementerian Kesehatan berpengaruh besar terhadap situasi pangan dan pertanian. Paling tidak ada dua hal yang berubah yang terbaca di level desa, yaitu distribusi produk pertanian dan penyediaan pangan skala rumah tangga. Para petani mengeluhkan terhambatnya pengiriman hasil panennya, terutama sayuran, sehingga produk mereka menumpuk di lingkup desa dengan harga rendah. Banyak terjadi kasus kelaparan karena kehilangan pendapatan bagi masyarakat miskin perkotaan yang tergantung pada bahan pangan dari pasar. Sementara itu, masyarakat menengah perkotaan masih aman pangan dengan memproduksi pangan sendiri dengan memanfaatkan banyak waktu berada di rumah dan pengetahuan yang cukup tentang urban farming.
Menyikapi realita tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) mengeluarkan kebijakan untuk mendorong optimasi pasar dan pangan lokal. Sementara belum terlihat implementasinya ke bawah, gerakan serupa telah terbangun atas inisiatif rakyat. Di perkotaan, warga menggiatkan kebun keluarga. Mereka mulai kembali pada budaya agraris warisan asli nenek moyang Nusantara. Dengan menanam sendiri, mempraktekkan penyimpanan dan tukar menukar benih antar komunitas serta aplikasi pupuk dari bahan sekitar rumah, mereka membangun kemandirian pangan sehat yang bagus untuk menghalau infeksi virus. Di pedesaan, pertanian subsisten oleh para petani kecil justru menjauhkan dari krisis pangan. Tidak terlihat kasus kelaparan yang signifikan dikarenakan konsumsi pangan lokal masih terjaga, begitu juga budaya gotong royongnya. Seiring dengan waktu, harga sayuran mulai membaik di pasar-pasar tradisional karena jalur distribusi yang diperbaiki, yaitu diperpendek ke wilayah perkotaan terdekat ataupun intervensi kebijakan pemerintah dalam mendorong ekspor.
Badan Ketahanan Pangan telah mencanangkan gerakan pangan lokal memperkokoh ketahanan pangan nasional. Momentum wabah virus ini menjadi strategis dalam membentuk bangunan pertanian Indonesia masa depan, dengan mengandalkan benih-benih lokal perawat tradisi bangsa sekaligus penjaga kelestarian alam dengan kontribusinya pada keanekaragaman hayati. Meski disisi lain Kementan juga memiliki kebijakan perbenihan berbasis korporasi, yang lebih terfokus pada benih-benih hibrida dan bersertifikat, inisiatif rakyat mengembangkan koperasi benih lokal, seperti oleh KOBETA (koperasibeta.com) muncul dengan komitmen kuat menjaga tradisi leluhur yang menjadi benteng pertahanan atas wabah virus, sekaligus membangun ekonomi kerakyatan.
Penulis: Dian Pratiwi Pribadi
Anggota Fian Indonesia