Jakarta, 05 Juli 2024. Selayaknya proyek pemerintahan Jokowi yang seringkali cacat sejak awal dan berakhir gagal. Program dengan anggaran Rp. 71 triliun ini pun berpotensi sama dengan program Food Estate yang juga gagal.[1] FIAN Indonesia menilai terdapat empat alasan utama Program Makan Bergizi Gratis (MBG) berpotensi gagal.
Pertama, proses perencanaan program ini tidak transparan, tanpa keterlibatan dan partisipasi aktif dan bermakna publik. Beragam perancangan dan perencanaan hanya terjadi di Istana—misalnya, dalam Sidang Kabinet Paripurna mengenai Rencana Kerja pemerintah (RKP) 2025 yang berlangsung pada bulan Februari lalu. Alhasil, menjelang empat bulan pelantikan Prabowo-Gibran, konsep Program (MBG) masih abu-abu. Meski demikian, Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo sudah menebar janji manis: (1) akan mengutamakan sumber pangan lokal;[2] (2) akan memberdayakan warga setempat, mengarahkan UMKM, koperasi, dan BUMDes sebagai pelaksana/vendor/penyedia layanan program makan siang gratis;[3] dan (3) memastikan pemerintah tidak perlu mengambil utang baru untuk membiayai program ini.[4]
Kedua, konsep “Money Follow Program” tidak menjadi prinsip karena tiada kejelasan program MBG prioritas. Padahal menurut Kementerian Keuangan, konsep ini adalah jalan untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan berdaulat. Di sisi lain, pada tanggal 24 Juni, Menteri Keuangan menyatakan alokasi anggaran program (MBG) untuk tahun pertama sebanyak Rp 71 triliun sebagai bagian dari APBN 2025. Namun, hingga rilis ini diluncurkan, belum pernah ada proposal konkret konsep program hingga pelaksanaan program yang jelas dan terang mengenai apa, dimana, kapan, siapa, mengapa dan bagaimana program akan berjalan.
Selain itu FIAN Indonesia melihat beberapa kemungkinan potensi korupsi yang akan terjadi. Setidaknya, terdapat potensi korupsi bocornya penganggaran mengingat ada kemungkinan barang dan bahan pangan didistribusikan secara bertahap dari pusat ke daerah; korupsi pengadaan; juga pola korupsi terselubung yang difasilitasi oleh aturan pelaksanaan program tersebut. Misalnya, jika aturan pelaksanaan program menyebutkan bahan pokok untuk program makan siang gratis minimal 40% berasal dari petani di daerah program direalisasikan—polanya, pelaksana tugas akan memaksimalkan hanya menggunakan 40% bahan pangan dari lokal, sedang sisanya diserahkan pada proses-proses di balik tirai dan menjadi celah masuknya kepentingan korporasi ke program tersebut. Selain itu, berbagai potensi korupsi—termasuk korupsi yang dilegalkan negara: state capture corruption—sangat mungkin mewabah dalam setiap lini implementasi program ini.
Menyorot dua alasan tersebut, FIAN Indonesia menilai, orientasi program ini berubah menjadi penghamburan alokasi anggaran negara dengan cara-cara atau strategi yang tidak presisi dan berdasar pada konteks subjek program yakni, pelajar.
Ketiga, dalam prosesnya, program ini berpotensi menjadi jerat korporasi. Merujuk pada pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan,[5] bahwa sudah ada perusahaan Cina yang ingin membangun pabrik produksi alat makan. Oleh karena itu, sebagai mitigasi dan komitmen pemerintah, program (MBG) harus bebas dari jerat korporasi—pengadaan seluruh support program, mulai dari bahan pangan hingga alat makan tidak bergantung pada mekanisme dan skema pasar. Jangan sampai, program ini malah ladang perusahaan asing untuk mengeruk keuntungan.
Keempat, Program (MBG) tidak terintegrasi dengan kurikulum pendidikan. Seharusnya, pemerintah berkaca dari Program Pemberian Makanan Tambahan bagi Anak Sekolah (PMT-AS) yang pernah dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di tahun 2010-2011. Hasil telaah[6] program tersebut menyatakan pentingnya integrasi program pemberian makan dengan kurikulum pendidikan di sekolah. Selain itu, bahkan dalam target terpenuhinya tujuan program, disebutkan bahwa pemberian makanan tambahan di sekolah yang direalisasikan masih jauh di bawah Angka Kecukupan Gizi (AKG). Oleh karena itu, Program (MBG) memerlukan perencanaan dan pemantauan yang cermat untuk memastikan: (1) integrasi program dalam kurikulum; dan (2) kesehatan dan kesejahteraan pelajar sebagai subjek program. Hal tersebut demi keberlanjutan dan pemenuhan tanggung jawab negara terhadap pelayanan kesehatan, gizi, dan perilaku hidup sehat mulai dari ekosistem sekolah.
Kurikulum sistem pangan dan pola konsumsi berkelanjutan harus dipraktekkan oleh seluruh ekosistem sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD). Hal tersebut guna meningkatkan kesadaran dan pengetahuan siswa tentang pangan di daerahnya, baik dari cara-cara produksi maupun beragam pangan lokal yang ada di sekitar mereka. Harapannya, anak-anak juga mengkonsumsi beragam pangan lokal yang sehat dan bergizi dan dapat mengenal bahaya Ultra Process Food (UPF) serta makanan-minuman berpemanis yang sering mereka konsumsi. Karena makanan UPF jika masuk dalam program (MBG) karena berpotensi menimbulkan penyakit kronis seperti obesitas dan penyakit kardiovaskular. Hal tersebut, agar tidak melestarikan aksi pengabaian pemerintah terhadap lemah dan minimnya kebijakan tentang pengaturan produk makanan berbahaya tersebut selama ini.
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Marthin Hadiwinata, Koordinator Nasional FIAN Indonesia, +62 812 860 30 453
[1] Savitri, Laksmi A et al. 2022. Memantau Hak Atas Pangan Dan Gizi : Seputar Proyek Food Estate Di Kalimantan Tengah. https://fian-indonesia.org/rilis-laporan-memantau-hak-atas-pangan-dan-gizi-seputar-proyek-food-estate-di-kalimantan-tengah/
[2] Putri, Riani Sanusi. 2024. Mengapa Skema Program Makan Siang Gratis Berubah? Sumber: https://koran.tempo.co/amp/ekonomi-dan-bisnis/488657/angan-angan-sarapan-bergizi-gratis
[3] Trisno Yulianto, Trisno. 2024. Melibatkan BUMDesa dalam Program Makan Siang Gratis. Sumber: https://news.detik.com/kolom/d-7239031/melibatkan-bumdesa-dalam-program-makan-siang-gratis/amp
[4] Putri, Riani Sanusi. 2024. Mengapa Skema Program Makan Siang Gratis Berubah? Sumber: https://koran.tempo.co/amp/ekonomi-dan-bisnis/488657/angan-angan-sarapan-bergizi-gratis
[5] Pernyataan ini dikutip dari Laporan Tempo tanggal 26 Februari 2024.
[6] Program Kemitraan untuk Pengembangan Kapasitas dan Analisis Pendidikan (ACDP) Badan Penelitian dan Pengembangan (BALITBANG), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Evaluasi Program Pemberian Makanan Tambahan bagi Anak Sekolah (PMT-AS).
https://repositori.kemdikbud.go.id/8472/1/ACDP008%20-%20Evaluasi-Program-PMT-AS.pdf