Jakarta, 11 Februari 2021 – Hak atas pangan merupakan hak asasi manusia dan merupakan kewajiban mengikat yang dijamin dalam hukum internasional. Pemenuhan atas hak ini merupakan tanggung jawab semua orang, tetapi menekankan peranan penting pada dua aktor: pemerintah, sebagai pemegang kewajiban (duty bearers) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai National Human Rights Institutions (NHRIs) yang imparsial dan independen yang harus turut melindungi dan menegakkan hak atas pangan sebagai bagian dari hak asasi manusia dengan melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi atas hak tersebut.
Kendati Komnas HAM telah memprioritaskan hak masyarakat adat dan penyelesaian konflik agraria dan memerhatikan hak atas pangan mereka, FIAN Indonesia menilai Komnas HAM belum menaruh perhatian yang penting dan mendesak pada hak atas pangan. Ini lah yang kemudian berusaha didorong oleh FIAN Indonesia dalam audiensi bersama Komnas HAM, Rabu (10/02) kemarin.
“Bagi FIAN Indonesia, hak atas pangan merupakan hak yang vital bila disejajarkan dengan hak yang lain. Konsekuensi dari pelanggaran hak atas pangan memang tak tampak sejelas pelanggaran hak yang lain, sehingga tak diperhatikan, tetapi banyak orang kelaparan,” jelas Adi, tim Kampanye FIAN Indonesia.
Hal ini turut ditambahkan oleh Laksmi A. Savitri, Ketua Dewan Nasional FIAN Indonesia. “Dalam memperjuangkan hak atas pangan dan gizi di Indonesia, FIAN Indonesia tentunya tak dapat bergerak sendiri, dan mengharapkan Komnas HAM dapat mengisi pula untuk usaha menegakkan hak atas pangan dan gizi.”
Menanggapi hal tersebut, Komnas HAM memberikan respon positif terkait potensi kerjasama Komnas HAM dengan FIAN Indonesia ke depannya. “Komnas HAM tentunya bersedia untuk bergerak dan bekerjasama dengan FIAN Indonesia dalam memenuhi hak atas pangan sebagai pemajuan hak asasi di Indonesia sekaligus perbaikan kualitas hidup warga Indonesia,” sambut Sandrayati Moniaga, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI. Sandra turut menegaskan bahwa hak atas pangan merupakan hak esensial dan primer dalam HAM.
Kerjasama ini dinilai sebagai sebuah kebutuhan, mengingat Komnas HAM belum melakukan kajian khusus terkait pemenuhan hak atas pangan di Indonesia dan belum memiliki Standar Norma dan Pengaturan (SNP) terkait hak atas pangan dan gizi. Komnas HAM sendiri pernah menyusun rekomendasi untuk kedatangan Hilal Elver, Pelapor Khusus Hak atas Pangan dari PBB pada 2018 silam.
Ke depannya, Komnas HAM akan melibatkan FIAN Indonesia dalam penyusunan SNP Agraria dan memberikan peluang untuk menyusun SNP lain yang belum ditentukan temanya, yang bisa diarahkan kepada hak atas pangan. FIAN Indonesia juga mengusulkan Komnas HAM untuk membuat pemantauan hak atas pangan dan gizi selama Covid-19.
Dalam audiensi tersebut, FIAN Indonesia kembali menegaskan beberapa hal yang mengurgensikan pemantauan dan pemenuhan hak atas pangan. Pertama, angka stunting Indonesia di tingkat dunia yang masih tinggi. Kedua, kondisi Covid-19 yang telah menyebabkan kematian dan kelaparan. Ketiga, integrasi pertanian dari hulu ke hilir dapat semakin meminggirkan petani, nelayan, dan produsen skala kecil. Keempat, konsumen perempuan dan anak yang selalu dikelabui oleh makanan industrial dan pabrikan. Terakhir, dampak potensial dari implementasi UU Cipta Kerja terhadap masa depan hak atas pangan dan gizi warga negara Indonesia.
Dengan kesediaan Komnas HAM untuk mengawal hak atas pangan dan gizi, hak ini dapat memperoleh perhatian yang lebih besar dan dapat diklaim sebagai bagian dari hak asasi manusia yang tak boleh diabaikan, apalagi dilanggar.
Kontak:
Gusti Nur Asla Shabia (gusti.nur.a@mail.ugm.ac.id)