Dalam 21 tahun terakhir kita telah menyaksikan kemunculan rawan pangan, kelaparan, gizi buruk dan penyakit yang menimpa sejumlah warga. Pada awal tahun 2018 Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk dan campak yang menyerang ratusan warga di Kabupaten Asmat, Papua, dan puluhan meninggal dunia. Pada tahun 2009 puluhan hingga ratusan warga meninggal akibat kelaparan di Kabupaten Yahukimo, Papua. Di tempat itu pula, puluhan warga negara meninggal pada tahun 2005[2]. Serupa dengan itu, di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2015 terjadi kematian 11 balita akibat gizi buruk.
Kasus-kasus seperti di atas biasanya muncul ke permukaan publik ketika kondisi tubuh sudah akut atau berakibat pada kematian “massal”. Korban kematian dan dalam jumlah besar masih dianggap sebagai titik puncak peristiwa yang dikenali sehingga menjadi indikator umum yang menyentak publik terutama negara. Padahal dari kelangkaan pangan (wilayah, rumah tangga dan individu), gizi buruk, hingga kelaparan yang berakibat pada kematian merupakan sebuah proses bertahap relatif panjang yang terjadi secara pelan-pelan dan diam-diam. Proses
bertahap ini harus dikenali dan ditampakkan agar peristiwa serupa tidak terulang.
Tulisan ini menguraikan topik dari pertanyaan, bagaimana kelaparan berproses dalam daur kehidupan manusia? Selengkapnya sila unduh disini.
REV – VISIBILITAS KELAPARAN DALAM HAPG-1
Photo by Gyan Shahane on Unsplash