Pangan masih menjadi persoalan utama di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (2018), sekitar 88% dari total populasi Indonesia terlibat dalam pertanian, dan sektor ini sangat penting untuk pemenuhan masyarakat terhadap hak atas pangan dan nutrisi (RTFN). Di antara mereka yang bekerja di pertanian, petani kecil dengan lahan kurang dari setengah hektar merupakan sebagian besar dari mereka. Faktanya, jumlah petani kecil telah meningkat dari tahun ke tahun, sementara jumlah keseluruhan orang yang bekerja di pertanian telah menurun sebagai akibat dari konversi lahan pertanian dan pekerjaan pertanian berpenghasilan rendah.
Pendapatan rata-rata pekerja pertanian berjumlah 1,1 juta rupiah (setara dengan 77,19 USD) per bulan. Ini lebih rendah dari pendapatan rata-rata nasional 1,5 juta rupiah (setara dengan 105,26 USD). Tidak hanya upah tidak mencukupi bagi petani dan petani kecil untuk memberi makan diri mereka sendiri secara memadai, karena kebijakan yang berpihak pada perkebunan (terutama kelapa sawit), ada 410 kasus konflik agraria yang tersebar di berbagai provinsi, yang menyebabkan perampasan petani dan petani kecil dari tanah mereka.
Meskipun tingkat kekurangan gizi telah menurun secara substansial di Indonesia, kasus-kasus pelanggaran RTFN masih merajalela sampai hari ini, seperti yang telah ditunjukkan oleh konflik agraria. Pelapor Khusus PBB untuk Hak atas Pangan, Hilal Elver, melakukan kunjungan kenegaraannya ke Indonesia pada 9-19 April 2018, atas undangan Pemerintah Indonesia. Hilal Elver mengidentifikasi beberapa tantangan sehubungan dengan kewajiban Pemerintah Indonesia untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi RTFN penduduknya dan menyerukan Pemerintah untuk memberikan perhatian khusus kepada masyarakat adat (masyarakat lokal adat), perempuan dan anak-anak dan menyoroti beberapa kekhawatiran yang bertahan saat ini di Indonesia yang melemahkan kemampuan orang untuk memberi makan diri sendiri secara memadai. Dalam laporannya, ia menyimpulkan bahwa Indonesia masih memiliki tantangan dalam mengimplementasikan RTFN.
Kerangka studi hukum RTFN yang dilakukan oleh FIAN Indonesia juga menemukan beberapa kesenjangan dan ketidakkonsistenan dalam hukum, kebijakan, dan peraturan nasional dalam mengimplementasikan RTFN. Perlindungan RTFN, dilihat dari instrumen hukum nasional, telah diwujudkan bagi setiap orang dalam hukum positif nasional. Namun, konsep ketahanan pangan lebih dikenal dan dipahami oleh pembuat kebijakan dalam hal ini negara, dibandingkan dengan konsep RTFN, yang menuntut kewajiban mengikat pada negara. Sementara itu, UU Pangan Indonesia mengakui hak atas pangan warga negara dan memastikan pemenuhannya. Namun, UU Pangan tidak menegaskan mekanisme kewajiban negara untuk menghormati, memproyeksikan, dan memenuhi RTFN. Hal ini tidak hanya berdampak pada implementasi RTFN oleh negara Indonesia, tetapi pendekatan negara terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan isu hak atas pangan lebih kepada kegiatan sosial di mana para korban, terutama kelompok-kelompok yang terpinggirkan, dianggap sebagai objek bantuan pangan dan bukan individu yang berhak atas RTFN.
Kevakuman yang ada dari mekanisme akuntabilitas yang dapat diandalkan yang memungkinkan orang dapat menuntut kewajiban Negara vis-à-vis RTFN telah menimbulkan tantangan dan peluang bagi kelompok dan organisasi masyarakat sipil untuk mengadvokasi kemajuan RTFN di Indonesia. Indonesia juga memiliki masalah dengan kurangnya lembaga negara yang memadai yang ditugaskan untuk memantau pelaksanaan RTFN di Indonesia. Diperlukan lembaga yang lebih kuat untuk mengimplementasikan RTFN di Indonesia, dan basis masyarakat sipil yang luas, serta visibilitas media untuk memantau implementasi negara.
FIAN Indonesia telah mengadakan konferensi nasional tentang RTFN untuk memperluas pemahamannya, mengadvokasi pelaksanaannya, dan membangun basis masyarakat sipil yang lebih luas untuk memantau pelaksanaan RTFN dan meminta pertanggungjawaban negara Indonesia terhadap kewajibannya terkait pemenuhan hak atas pangan dan nutrisi.
Berikut materi presentasi oleh para narasumber yang dalam konferensi tersebut: