Global Network for the Right to Food and Nutrition Asia Chapter bersama FIAN International merilis laporan Asia Covid-19 Monitoring Report on the Impact of the Right to Food and Nutrition (Hak atas Pangan dan Gizi) pada akhir 2020 lalu.Peneliti FIAN Indonesia, Gusti Nur Asla Shabia, mengungkap, laporan tersebut berisikan tanggapan berbagai pemerintah dalam menanggapi Covid-19. Selain itu, bagaimana langkah-langkah tersebut telah berkontribusi pada realisasi pemenuhan hak atas pangan dan gizi untuk kelompok dan komunitas yang paling terpinggirkan di negara-negara tersebut salah satunya Indonesia.
“Tahun 2020 merupakan tahun yang kelam bagi seluruh negara, tak terkecuali negara-negara di Asia. Di Asia, tercatat angka kelaparan tertinggi, atau ada sekitar 381 juta orang yang berada dalam kondisi kelaparan (data WHO per 2021),” ucap Shabia di Jakarta, Selasa (19/1/2021).
Seiring dengan tingkat kelaparan tersebut, beberapa region di Asia termasuk Indonesia sangat terdampak pandemi Covid-19 dalam hal angka kematian, positivity rate, dan jumlah pasien positif.
Laporan itu mengungkapkan bahwa beberapa bentuk pelanggaran hak atas pangan dan gizi di Indonesia mencakup lima hal. Pertama, tidak diperhatikannya pemenuhan pangan untuk beberapa kelompok marginal dan minoritas.
Kedua, kebijakan pengamanan sosial (social safety net) yang memiliki permasalahan dalam distribusi (belakangan diketahui turut memiliki permasalahan dari dana yang dikorupsi). Ketiga, masih tingginya angka perampasan lahan. Keempat, masih masifnya penyebaran produk-produk pangan industrial keluaran pabrikan yang memiliki konsekuensi kesehatan.
Terakhir, kelima, belum efektifnya penyerapan hasil panen di petani. “Meskipun pemerintah Indonesia telah berusaha setidaknya dalam menyiapkan berbagai skema bantuan sosial dan berusaha menyerap hasil panen petani di berbagai daerah, persoalan mendasar dalam sistem pangan Indonesia tak kunjung dientaskan,” jelasnya.
Ia mengatakan bahwa alih-alih berkonsentrasi pada penguatan pangan lokal, sistem pangan malah makin membuka pada impor dan mengusahakan ekspor di tengah-tengah ketidakpastian akibat pandemi.
Memang, lanjutnya, terdapat pembangunan lumbung pangan (Food Estate) di Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara yang ditengarai sebagai solusi untuk memperkuat cadangan pangan nasional.
“Namun, kami menilai Food Estate sebagai proyek pembangunan yang akan lebih mendatangkan kerusakan lingkungan, penggureman petani kecil, dan kerawanan pangan,” pungkasnya.