Pernyataan Sikap Komite Pembela Hak Konstitusional (KEPAL) – Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang UU Cipta Kerja: Bentuk Pelanggaran Pemerintah Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Dalam Perkara Pengujian Formil UU Cipta Kerja
Jakarta, 31 Desember 2022 – Kemarin (30/12), Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Perppu ini akan menggantikan UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 pada November 2021. Terbitnya Perppu ini disebut berdasar pertimbangan adanya kepentingan mendesak ekonomi global yang perlu segera direspon, salah satunya karena imbas perang Rusia – Ukraina.
Sebelumnya, pada Kamis, 15 Desember 2022, Komite Pembela Hak Konstitusional (KEPAL) telah melakukan pengaduan konstitusional ke MK terkait pelanggaran terhadap putusan MK dalam perkara pengujian formil UU Cipta Kerja yang dilakukan pemerintah dan DPR. Temuan pelanggaran yang diadukan ke MK tersebut terangkum dalam “Laporan Pemantauan Pelanggaran Putusan MK dalam Perkara Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja”.
KEPAL mengecam langkah Pemerintah yang menerbitkan Perppu Cipta Kerja. Alih-alih melakukan perbaikan UU Cipta Kerja sesuai putusan MK dan menangguhkan tindakan/kebijakan strategis serta pembentukan aturan pelaksan terkait UU Cipta Kerja, Pemerintah justru menerbitkan Perppu Cipta Kerja untuk menghidupkan kembali UU Cipta Kerja dengan alasan “kemendesakan investasi”, padahal sepanjang tahun 2020-2022, penerapan UU Cipta Kerja tidak berhasil mengatasi permasalahan agraria, impor pangan dan PHK massal. Sehingga tidak ada kegentingan yang memaksa sebagaimana diatur pada Pasal 22 UUD NRI 1945 maupun Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009.
Janses E Sihaloho, Koordinator Tim Kuasa Hukum KEPAL menyatakan “Genap sudah pelanggaran putusan MK, berupa pelanggaran terhadap keharusan melakukan penangguhan tindakan/kebijakan strategis dan pembentukan aturan pelaksana UU Cipta Kerja. Dengan terbitnya Perppu Cipta Kerja, maka perbaikan UU Cipta Kerja sesuai dengan putusan MK juga dilanggar. Untuk itu Mahkamah Konstitusi harus menindaklanjuti pengaduan konstitusional terkait pelanggaran putusan MK dalam perkara pengujian formil UU Cipta Kerja. Selain itu Tim Advokasi Tolak Omnibus Law, selaku tim kuasa hukum KEPAL juga sedang mempersiapkan langkah-langkah hukum sebagai respon pelanggaran-pelanggaran terhadap putusan MK,” ungkap Janses.
Perwakilan anggota KEPAL, Gunawan, Penasehat Senior Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) menambahkan, “Ada ketidakjelasan rumusan Perppu Cipta Kerja, karena apa yang hendak diganti oleh Perppu, karena berdasarkan putusan MK sejak kali pertama putusan pengujian formil UU Cipta Kerja dibacakan, gugatan terhadap UU Cipta, ditolak MK, karena objek gugatan (UU Cipta Kerja) dipandang sudah tidak ada,” kata Gunawan.
“Selanjutnya menurut Gunawan, Perppu juga tidak memenuhi standar dan indikator putusan MK karena perbaikan terhadap UU Cipta Kerja meliputi : 1. Naskah Akademik Perbaikan UU Cipta Kerja; 2. Perbaikan materi sebagaimana yang menjadi keberatan masyarakat; dan 3. Adanya partisipasi rakyat secara bermakna dalam setiap tahapan pembentukan perbaikan UU Cipta Kerja,” tambah Gunawan.
“Untuk itu perbaikan UU Cipta Kerja tidak hanya perbaikan “typo” dan materi ketenagakerjaan, tetapi juga materi terkait hak petani dan nelayan, serta masalah agraria, pertanian, pangan, perikanan, dan pendidikan yang justru didiskriminasikan oleh UU Cipta Kerja secara formil maupun materiil,” tegas Gunawan.
Berdasar pemaparan di atas, maka KEPAL menuntut :
- Pemerintah mencabut mencabut Perppu Cipta Kerja
- Presiden harus melaksanakan Putusan MK dalam perkara pengujian formil UU Cipta Kerja (Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020)
- Presiden, DPR, dan lembaga peradilan harus memperhatikan secara serius dampak buruk UU Cipta Kerja terhadap jaminan kepastian hukum dan dampak bagi petani, buruh, nelayan, masyarakat adat, dan masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan.
Hormat Kami,
Komite Pembela Hak Konstitusional (KEPAL):
1. Aliansi Organis Indonesia (AOI)
2. Aliansi Petani Indonesia (API)
3. Bina Desa
4. FIAN Indonesia
5. FIELD Indonesia (Yayasan Daun Bendera Nusantara)
6. IHCS Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS)
7. Indonesia for Global Justice (IGJ)
8. Institute for Ecosoc Rights
9. Jaringan Masyarakat Tani Indonesia ( JAMTANI)
10. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI)
11. Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA)
12. Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP)
13. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
14. Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI)
15. Sawit Watch (SW)
16. Serikat Nelayan Indonesia (SNI)
17. Serikat Petani Indonesia (SPI)
18. Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS)
Informasi lebih lanjut :
1. Janses (j766hi@yahoo.com)
2. Gunawan (bung.gunawan@gmail.com)