Pengaduan Konstitusional Pelanggaran Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Formil UU Cipta Kerja
Jakarta, 15 Desember 2022 – Setahun yang lalu yakni pada 25 November 2021, Mahkamah Konstitusi membacakan putusan pengujian formil UU Cipta Kerja, dimana UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat. Dalam putusan tersebut pemerintah diberi mandate yaitu: Pertama, Pemerintah dan DPR diberi waktu 2 (dua) tahun untuk memperbaiki UU Cipta Kerja. Perbaikan meliputi formil dan materiil (materi yang dikeluhkan oleh pemohon uji formil UU Cipta Kerja); dan Kedua, pemerintah menunda tindakan atau kebijakan strategis dan pembentukan peraturan perundang-undangan terkait UU Cipta Kerja.
Gunawan, Penasehat Senior Indonesia Human Rights Committee for Social Justice mengatakan, “Di dalam proses pemantauannya yang KEPAL lakukan, kami menemukan adanya indikasi terjadinya pelanggaran atas putusan MK sebagaimana tersebut di atas, khususnya dalam hal penundaan tindakan atau kebijakan strategis dan pembentukan peraturan perundang-undangan terkait UU Cipta Kerja, dan tidak sesuainya perbaikan UU Cipta Kerja dengan perbaikan UU Cipta Kerja yang sesuai pertimbangan MK,” kata Gunawan.
“Pelanggaran-pelanggaran tersebut tidak saja berdampak pada formil pembentukan peraturan perundang-undangan, akan tetapi mempengaruhi dinamika di tingkat komunitas karena menyangkut permasalahan upah dan PHK massal buruh, kebun dan tambang di kawasan hutan, impor pangan, penanaman modal asing di pertanian holtikultura, akses nelayan ke wilayah pengelolaan perikanan, food estate, dan pengadaan tanah oleh Bank Tanah serta secara umum terpinggirkannya sumberdaya insani pedesaan dalam upaya mempertahankan sumber penghidupannya, ujar Gunawan.
“Pelanggaran berserta dampaknya di masyarakat sebagaimana tersebut di atas hendaknya disikapi oleh MK dengan segera, berbeda dengan ketidaksesuaian perbaikan UU Cipta Kerja dengan pertimbangan MK yang bisa dilihat apakah ada perubahan hingga batas waktu yang tinggal setahun. Oleh sebab itu KEPAL memandang perlu untuk melakukan pengaduan konstitusional berdasarkan hasil pemantauan pelanggaran putusan MK dalam perkara pengujian formil UU Cipta Kerja,” tambah Gunawan.
Janses E Sihaloho, Ketua Tim Kuasa Hukum KEPAL menambahkan, “Pengaduan konstitusional sendiri belum memiliki mekanisme hukumnya di Indonesia, akan tetapi tema ini telah menjadi wacana hukum di mana publik menuntut agar MK menerima pengaduan konstitusional dalam rangka pemajuan dan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional rakyat. Dalam situasi sebagaimana tersebut di atas, pengaduan konstitusional KEPAL ini dapat dipandang sebagai terobosan hukum sebagai upaya pembaruan hukum yang berpihak kepada hak-hak konstitusional, yang sebagai upaya tanding terhadap sisa-sisa konsep hukum neokolonial,” kata Janses.