Jakarta 03 Oktober 2025. Sejak 2020, UU Cipta Kerja berdampak signifikan atas terjadinya pelanggaran hak atas pangan dan gizi serta kehancuran sistem pangan tingkat lokal oleh komunitas. Berbagai turunan dari UU Cipta Kerja seperti munculnya Bank Tanah, Proyek Strategi Nasional (PSN) melalui Food Estate dan Makan Bergizi Gratis di berbagai wilayah Indonesia telah menimbulkan dampak signifikan terhadap perwujudan hak atas pangan dan gizi. Untuk itu proses uji materil terhadap UU Cipta Kerja semestinya menjadi salah satu sarana untuk mewujudkan keadilan dan tegaknya hak asasi manusia terhadap komunitas petani kecil, nelayan tradisional dan masyarakat adat selaku produsen pangan skala kecil. Salah satu strategi utamanya adalah reforma agraria sejati dan penguatan komunitas dan produsen pangan lokal.
Terhadap situasi tersebut, Marthin Hadiwinata selaku Koordinator FIAN Indonesia menyatakan “Hak asasi manusia bukanlah kedermawanan negara tetapi kontrak sosial antara rakyat dengan negara sebagai kontrol rakyat kepada negara dengan hak atas pangan dan gizi adalah hak mendasar. Ditengah masih tingginya orang kelaparan di Indonesia mencapai 17 juta orang dan 43,5% atau 123,4 juta orang yang tidak bisa mengakses pangan yang sehat. Dengan berbagai permasalahan tersebut, perwujudan hak atas pangan melalui kerangka konseptual seperti kewajiban negara, kerangka normatif, serta kerangka operasional hak atas pangan dan gizi merupakan salah satu jalan untuk menegakkan kedaulatan pangan. Temuan pelanggaran hak atas pangan dan gizi dari wilayah food estate di Kalimantan Tengan menegaskan pelanggaran Kewajiban Negara dalam kewajiban untuk menghormati (to respect); kewajiban untuk melindungi (protect); dan Kewajiban untuk memenuhi (fullfil) dalam hak atas pangan.
Selanjutnya Dewi Kartika, selaku Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria menambahkan bahwa UU Cipta Kerja menunjukkan dampak terkait politik agraria dan pangan dan merupakan kemunduran dari kewajiban negara untuk reforma agraria dan kedaulatan pangan. Pertanian skala kecil perlu terus didorong dan dipromosikan untuk menjadi sumber kedaulatan pangan negara. Akibat UU Cipta Kerja, menempatkan produsen pangan sebagai tenaga kerja murah ketika investasi masuk dan industri berkembang di pedesaan. Ujungnya adalah krisis agraria yang muncul termasuk meningkatnya buruh migran, urbanisasi, dan lain sebagainya akibat hilangnya hak atas tanah. Pertanian skala kecil perlu terus didorong dan dipromosikan untuk menjadi sumber kedaulatan pangan negara.
Amelia dari Solidaritas Perempuan (SP) menambahkan “PSN yang ekstraktif berkontribusi pada krisis iklim dan krisis pangan yang berdampak pada tidak terpenuhinya kebutuhan pangan keluarga. Meski demikian, harga pangan tetap tidak terjangkau. Tetapi pengalaman dan pengetahuan perempuan yang khas menjadi kekuatan mereka. Perempuan di NTT misalnya, menginisiasi praktik adaptasi berbasis pengetahuan lokalnya, dengan masuk kehutan, mencari ubi hutan dan mengelolanya sebagai kedaulatan pangan akibat krisis iklim. Dalam pusaran konflik agraria akibat PSN dan Mega Proyek lainnya, perempuan selalu hadir di garda terdepan. Secara organik perempuan yang melakukan pembelaan atas haknya banyak memunculkan inisiatif ragam perlawanan. Perempuan di Poco Leok melakukan aksi jaga kampung sebagai strategi memantau situasi atau orang-orang baru yang datang di daerahnya. Atau perempuan Wadas yang akan menjaga posko pada siang hari sambil menganyam hasil hutan untuk memantau situasi desanya. SP sendiri mencatat 2024 terdapat 3.624 perempuan dari 57 desa di Indonesia menjadi korban, serta menjadi miskin, akibat pembangunan yang bersifat ekstraktif karena UU Cipta Kerja.
Said Abdullah menegaskan UU Cipta Kerja mendorong sistem pangan industrial: dengan mengalihkan semua kebutuhan pangan disediakan bukan oleh pertanian skala kecil dengan orientasi pasar bahkan tidak peduli bersumber dari mana. UU Cipta Kerja berkebalikan dengan sistem pangan lokal masyarakat yang mempunyai kuasa akan sumberdaya genetik dengan ciri paling mendasar sistem pangan lokal: keragaman. Sistem pangan lokal itu penting karena dengan keragaman menjadi kekuatan dan benteng dari ketahanan pangan yang tidak mempermasalahkan sumber dan keragaman jenis pangan. Pada prinsipnya, Indonesia beruntung punya sistem pangan lokal yang beragam, sayangnya tidak disadari oleh pemerintah bahwa keragaman sistem dan sumber pangan itu adalah resiliensi terhadap berbagai krisis yang terjadi saat ini.
Narahubung:
Ibit, Staf Komunikasi dan Kampanye FIAN Indonesia, +62 822-4900-0047. Kampanye@fian-indonesia.org
Materi dapat dilihat pada link berikut ini.