Rilis Bersama PUSAKA, FIAN Indonesia, SKPKC Fransiskan Papua
Rabu, 24 Oktober 2023 lalu, Kompas merilis sebuah berita yang menyayat hati, bertajuk “Kelaparan di Papua Berulang”. Dari tajuk tersebut, ada dua hal sekaligus yang memilukan; pertama, adanya bencana kelaparan di Tanah Papua dan kedua, bencana kelaparan tersebut bukan yang pertama kalinya terjadi.
Kelaparan berulang di Papua adalah salah satu bukti pelanggaran Hak atas Pangan dan Gizi (HaPG) masyarakat oleh negara. Hak atas Pangan dan Gizi merupakan Hak Asasi Manusia yang melindungi hak setiap individu untuk mendapatkan pangan yang layak dan sehat, serta bebas dari kelaparan. Hak ini dijamin dalam Pasal 25 ayat (1) Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan Pasal 11 Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (EKOSOB). Pemerintah sebagai pengemban tugas pemenuhan HAM memiliki tanggung jawab untuk memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pangan masyarakat.
HaPG tidak bisa dimaknai hanya sekedar pemenuhan kecukupan dan ketersediaan pangan saja. Upaya pemerintah mengatasi kelaparan dengan menyalurkan bantuan makanan ke Distrik Amuma, termasuk memberikan empat ton beras bukanlah pemenuhan hak atas pangan. Rencana pembangunan lumbung pangan nasional di Papua dalam program Food Estate juga bukan jawaban terhadap pelanggaran HaPG masyarakat Papua.
Pemenuhan hak atas pangan harusnya bisa memastikan kualitas gizi dari pangan yang tersedia serta menjamin kebebasan rakyat untuk menggunakan sistem pangan yang sesuai secara budaya dan potensi sumber daya lokalnya. Untuk itu, kami mendesak pemerintah sebagai pengemban tugas pemenuhan HAM di Indonesia untuk menghormati, melindungi dan memenuhi HaPG Masyarakat Papua dengan cara:
- Melakukan identifikasi sistem pangan lokal yang ada di Papua, dengan mengidentifikasi jenis pangan lokal, potensi pangan lokal, dan kerentanan pangan lokal yang tersedia.
- Mempertimbangkan karakteristik dan kondisi sosio-kultural dan geografis masyarakat dan tempat mereka berpenghidupan dalam mencari solusi kelaparan.
- Segera memberikan dukungan pangan yang layak dan bergizi, pangan lokal yang sesuai dengan kondisi sosial setempat, serta pendistribusiannya bekerjasama dengan lembaga sosial dan keagamaan yang dipercaya masyarakat.
- Menolak pembangungan lumbung pangan nasional dalam bentuk food estate atau pengembangan pertanian monokultur skala luas.
Demikian pernyataan pers bersama ini kami sampaikan agar dapat menjadi perhatian dan bahan pertimbangan semua pihak. Kami juga menyerukan kepada seluruh masyarakat Indonesia dan Organisasi Masyarakat Sipil untuk dapat melihat persoalan kelaparan berulang di Tanah Papua ini bukan sekadar persoalan orang Papua semata, tetapi juga persoalan kita bersama.
Kontak Person:
SKPKC Fransisikan Papua, Yuliana Langowuyo: 0821 9966 8664
Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Franky Samperante: 0813 1728 6019
FIAN Indonesia, Betty Nababan, 0816 103 461